Selasa, 18 Maret 2008

Weekend yang melelahkan

Dalam bulan maret ini banyak hari libur nasional yang berada di akhir pekan, sehingga
membuat panjang liburan kita. Namun adanya liburan tadi tidak membuat saya jadi enjoy menikmati akhir pekan.

Ternyata pekan ini harus mampu merampungkan revisi bab 5 skripsiku, padahal lumayan yang perlu diperbaiki. Yang mengherankan kesalahan akan bab 5 itu baru diketahui ketika pendadaran. Padahal pra pendadaran melaju tanpa perbaikan yang berarti.
Siapa yang salah ya?

Saatnya mengerjakan perbaikan bab 5 aja, ga usah nyalahin siapa.he.he.. tapi tantangan ku ternyata tidak berhenti disitu aja. Kemarin tiba-tiba dosenku sms –suatu hal yang mengejutkan..he..he..- untuk ngewangi beberapa hal yang berkaitan dengan kerjaannya. Waduh, suatu kesempatan juga namun ditengah kesibukan revisi membuat dilema. Kayak ga tahu aja kalau sedang revisi, anehnya yang ngasih itu dosen pembimbing TA. Lho kok bisa….Kerjaannya hanya melanjutkan, nah ini yang susah. Belum donk mengenai
apa yang perlu diteruskan. Harus mengetahui konsep-konsep sebelumnya.

Sebenarnya ada satu lagi agenda namun sampai sekarang kok belum ada konfirmasi itu yang bikin bingung. Agenda kegiatan di Tepus, katanya hari Kamis tgl 20 maret. Ini merupakan kunjungan ke 2 kalau jadi, dulu pertama ke Tepus pada akhir februari. Benar-benar jauh dan terasa capek-mungkin karena baru pertama kali ya-dengan topografi yang berbukit dan
kondisi jalan naik turun semakin mebuat pegal-pegal di badan. Sebenarnya pengin bisa bantu-bantu acara di Tepus, ingin lebih belajar dan mengenal masyarakat Tepus yang lebih dewasa dan berjuang jika dibandingkan dengan kondisi di sini-jogja.

Yup, begitulah weekend yang melelahkan, namun ini lebih baik dari pada kosong tanpa aktivitas yang bisa berdampak tidak sehat dalam hal manajemen waktu. Menyibukkan diri memang lebih baik-tentu saja dnegan kesibukan yang positif- dari pada berdiam diri tanpa berbuat apa pun. Bergeraklah karena diam mematikan. Ya, mematikan “diri”
(baca : rukhiyah, hati) kita.

Senin, 17 Maret 2008

Senja di Kaimana

Jadi teringat dua tahun yang lalu, ketika diberikan kesempatan menjelajahi tanah Papua. Ada bebrapa hal yang meanrik sewaktu bepergian ke Kaimana. Kaimana sendiri merupakan kabupaten baru /hasil otonomi daerah yang dahulu bergabung dengan Kabupaten Fak-fak. Berkaitan dengan pemekaran wilayah yang sedang gencar-gencarnya maka Kaimana juga memekarkan diri sebagai Kabupaten baru. Sebenarnya jika ditinjau dari jumlah penduduk akan lebih banyak kapasitas penduduk kabupaten di jawa, namun dari luas wilayahnya sangat besar sekali dan hampir sebagian besar didominasi dengan hutan dan pegunungan.

Perkembangan kaiman sendiri banyak berkutat disektor perikanan laut. Mau cari apa aja yang berkaitan dengan hidangan laut pasti ada, kepiting, kakap, bawal dsb semua ada. Di Kota Kaimana sendiri etnis yang mendiami cukup beragam mulai dari suku jawa, bugis dan penduuk asli. Umumnya jawa dan bugis bergerak dibidang perdaganagn dan warung makan. Masak di sana nemuin pecel lele milik orang jawa timur, warung makan milik orang wonosobo.he.he..

Hal yang menarik berkaitan dengan kegiatan agama islam, di Kaimana hanya terdapat satu pondok yang dikelola oleh Hidayatullah. Memang ormas yang satu ini terkenal semangat dakwahnya yang militan menjangkau daerah-daerah terpencil. Banyak kisah-kisah heroik yang timbul dari perjuangan da’i-da’I Hidayatullah. Kehadiran ponoik pesantren ini mengimbangi sekolah-sekolah yang didirikan oleh pihak gereja/misionaris.

Dalam perjalanan tersebut, kami berkesempatan berkunjung dan survei ke Distrik Teluk Arguni. Ketika sampai di salah satu desa terbayang bahwa ternyata masih ada kondisi rakyat Indonesia seperti ini padahal sudah 60 tahun lebih merdeka tapi ternyata kesenjangan itu jauh sekali.

Letak dari desa tersebut banyak terdapat disekitar perairan teluk dan hanya beberapa saja yang berada di pegunungan. Desa tersebut dibagi menjadi dua macam yaitu desa islam dan kristen/katolik. Setiap menjejakan kaki di suatu desa hampir selalu terdapat sekolah yang dibangun oleh misionaris. Bahkan disalah satu desa ada yang mempunyai bekas landasan pesawat terbang (yang bisa didarati cessna atau twin otter), menarik sekali bagaimana perjuangan misionaris. Mereka sampai mengeluarkan dana yang begitu banyaknya. Sedangkan kita sebagai kaum muslimin belum mempunyai kekuatan seperti itu. Hal ini bisa disebabkan oleh keberadaan sumber dana yang tidak hanya datang dari dalam negeri namun juga dari luar negeri yang membackup kaum misionaris.

Ada kisah yang membuat prihatin, ketika itu kami sedang sholat ashar di sebuah masjid (alhamdulillah sudah permanen). Sehabis sholat saya iseng-iseng lihat-lihat properti kelengkapan masjid. Nah, waktu itu liihat buku risalah khutbah jumat. Yang membuat hati ini miris adalah buku risalah khutbah jumat tersebut diterbitkan pada tahun 1975, padahal saat itu saya berada di tahun 2006. Suatu kesenjangan informasi yang jauh sekali. Dan saya yakin buku itu yang dipergunakan khotib sebagai bahan khutbah jumatnya , karena saya pernah sholat jumat di desa yang lain.

Coba kita bandingkan dengan kondisi di jogja, sangat jauh berbeda namun mengapa kita yang disini masih aras-arasen untuk berbuat kebaikan. Saya kira jika kita dikirim ke salah satu desa diTeluk Arguni Insya Allah bisa menjadi ustad disana. Minimal bisa mengajrkan kebaikan dan meningkatkan keislamana disana. Sangat tidak berimbang sekali, semoga suatu saat kiat berkesempatan menyebarkan islam ditempat yang membutuhkan.

Kamis, 06 Maret 2008

Pendadaran

Plong…ya itu hal yang dirasakan setelah melewati apa yang dinamakan dengan PENDADARAN. Walaupun di PWK sendiri setelah pendadaran masih ada yang disebut dengan reviisi namun yang penting sudah berkurang bebannya. Bagaimana tidak, karena sistem TA di PWk memang rada ribet. Untuk ujian sendiri harus melewati beberapa tahap.

Yang pertama disebut dengan Pra Pendadaran, sebenarnya mirip ujian skripsi hanya yang menguji satu dosen+dosen pembimbing. Nanti setelah pra selesai maka akan dilanjutkan dengan perbaikan kalau memang ada, kalau ga ada bisa langsung pendadaran. Untuk jarak pra pendadaran dengan pendadaran sendiri relatif dan fleksibel, mau cepat atau lambat tergantung dengan banayk tidaknya apa yang perlu direvisi. Paling cepat ada yang Pra pendadaran selasa trus jumat sudah pendadaran, itu rekor yang tercepat.

Nah setelah selesai revisi pra pendadaran maka dilanjutkan dengan pendadaran, the real examination, pengujinya ada dua orang+dosen pembimbing. Harusnya ketika pendadaran kesalahan-kesalahan yang muncul sewaktu pra pendadaran sudah diperbaiki dan bertambah lebih baik, namun tidak menutup kemungkinan malah menambah kesalahan. Nantinya setelah pendadran akan muncul koreksi atau revisi dari masing-masing dosen penguji mengani hasil penelitian kita.

Tenggat waktu revisi tergantung kesepakatan atau kebijakan dosen pembimbing, bisa lama namun ada yang membatasi selama sebulan (kayak dosenku,,Cuma dikasih waktu sebulan). Lebih dari sebulan tidak mau tanda tangan.

Yup,,sekarang harus cepat ngerjain revisi. Waktu sebulan itu cepat banget. Kalau mau ngejar mei april harus yudisium. Berarti waktunya sangat cepat banget.Ganbatte.bismillah